Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Jumat (10/7/2020). Rupiah sebelumnya sudah membukukan penguatan 4 hari beruntun dan bisa jadi 5 jika hari ini menguat lagi, tapi hal tersebut sepertinya sulit dicapai.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.325/US$. Tetapi tidak lama akhirnya masuk ke zona merah. Depresiasi rupiah semakin membengkak, pada pukul 12:00 WIB berada di level Rp 14.400/US$, melemah 0,52% di pasar spot.
Rupiah sulit menguat akibat sentimen pelaku pasar yang sedang memburuk. Sebabnya, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan virus corona bisa menyebar lewati udara, artinya risiko peningkatan infeksi semakin besar.
WHO awalnya menekankan bahwa Covid-19 ditularkan lewat air liur, sekresi dan tetesan dari penderita melalui batuk, bersin atau bicara atau permukaan yang terkontaminasi. Sehingga jaga jarak dan cuci tangan lebih ditekankan.
Selasa lalu, WHO mengakui ada bukti penularan lewat udara, dalam ruang dengan ventilasi yang buruk. Namun menegaskan perlu ada riset lebih lanjut.
Dalam panduan transmisi terbarunya, WHO setuju bahwa beberapa laporan yang berkaitan dengan kondisi ramai di dalam ruangan memungkinkan adanya transmisi. Misalnya dalam ruangan di mana latihan paduan suara dilakukan, di restoran atau di kelas kebugaran.
Sementara itu dari dalam negeri, kasus penyakit virus corona (Covid-19) kembali mencatat rekor.
Juru Bicara Pemerintah khusus Covid-19, Achmad Yurianto,
sehingga total positif Covid-19 mencapai 70.736 orang. Ini merupakan rekor baru dalam penambahan kasus terbanyak dalam satu hari.
Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia masih dalam tren menanjak yang membuat pelaku pasar mulai berhati-hati, karena dapat mengganggu pemulihan ekonomi. Apalagi jika sampai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali diterapkan, tentunya perekonomian Indonesia akan kembali terpukul, "hantu" resesi pun makin bergentayangan, rupiah pun lesu.
Sebelum melemah hari ini, rupiah mendapat tenaga untuk menguat sejak awal pekan setelah Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pada Senin sore meredam ekspektasi kenaikan inflasi akibat rencana pembelian obligasi pemerintah dengan zero coupon dalam skema "burden sharing" guna menanggulangi virus corona dan membangkitkan lagi perekonomian.
Baca: Gegara Virus Corona Melayang di Udara, Yen Jadi Juara Asia
Perry saat mengadakan konferensi pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan telah mengkalkulasi kebijakan tersebut dan hasilnya dampak ke inflasi diperkirakan tidak akan besar.
Inflasi yang tinggi membuat real return investasi di dalam negeri menjadi menurun, sehingga tidak menarik bagi investor asing.
Selain itu BI Selasa pagi melaporkan cadangan devisa di bulan Juni sebesar US$ 131,7 miliar, naik US$ 1.2 miliar pada akhir Mei.
Kenaikan cadangan devisa tersebut tentunya membuat amunisi BI untuk menstabilkan rupiah jika mengalami gejolak menjadi lebih besar. Sehingga investor lebih nyaman mengalirkan modalnya ke dalam negeri.
Tetapi, virus corona yang "bisa terbang" membuat rupiah berisiko batal catat pekan yang sempurna.